Minggu, 29 November 2009

KONFLIK

Dunia organisasi mengenal tiga pandangan tentang konflik, dan masing-masing memiliki argumentasinya sendiri-sendiri untuk membenarkan pendapatnya. Pertama, pandangan tradisional. Pandangan ini menekankan dan mempercayai bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dipandang secara negatif dan sering disinonimkan dengan kekerasan, perusakan dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi negatifnya. Pokoknya konflik selalu merugikan dan harus dihindari. Pandangan ini berjaya pada dasawarsa 1930-an. Konflik dianggap sebagai hasil dari komunikasi yang buruk, kurang keterbukaan, dan kepercayaan antara orang-orang dengan para manajer. Sebaliknya para manajer dianggap tidak tanggap terhadap kebutuhan para karyawan.
Kedua, pandangan “human relation,” yang menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam setiap kelompok dan organisasi. Konflik diterima sebagai sesuatu yang tidak terhindarkan, oleh karena itu konflik harus diterima. Konflik bisa menjadi pemacu kinerja (performance) kelompok.Ketiga, pandangan Interaksionis, yang berpendapat bahwa konflik bukan hanya sebagai hal yang tak terhindarkan dan memiliki kekuatan positif, melainkan sebagai hal yang mutlak perlu dalam setiap kelompok/organisasi agar dapat berkinerja efektif. Menurut pandangan ini, konflik justru diperlukan agar gagasan atau ide-ide segar dan baru selalu dimunculkan. Organisasi tidak mandek sebab selalu terbuka untuk menerima gagasan-gagasan segar dari banyak pihak. Sifat demokrasi dalam organisasi menjadi nampak dan “yes man” tidak akan dipakai lagi dalam organisasi.
Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia, konflik diartikan sebagai percekcokan; perselisihan; pertentangan; atau ketegangan . Contoh sederhana adalah konflik batin, artinya bahwa dalam diri seseorang terdapat dua atau lebih gagasan atau keinginan yang saling bertentangan; hal ini biasanya akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya. Contoh lain adalah konflik sosial, artinya ada pertentangan/persaingan antaranggota masyarakat yang bersifat menyeluruh.
Konflik dalam organisasi, menurut Minnery (1985) merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan. Konflik dalam organisasi, sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993)
Konflik baru terjadi ketika atau setelah perbedaan tersebut dikomunikasikan. Konflik mungkin dinyatakan dengan cara-cara yang berbeda, dari gerakan nonverbal yang halus hingga pertengkaran habis-habisan dari sarkasme yang halus hingga kecaman verbal yang terbuka.
Faktor penyebab konflik
• Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
• Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.

Reference:
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka 1989
R. Wayne & Don F. Faules (ED. Deddy Mulyana, MA., PH.D.), Komunikasi Organisasi strtegi meningkatkan kinerja perusahaan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006
www.wikipedia.com (manajemen konflik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar